Langsung ke konten utama

Mengambil Jarak dengan Uang


                   Sumber foto: unsplash


Mengambil sikap berjarak dengan uang merupakan sebuah keputusan yang sulit. Mengambil jarak maksudnya, bagaimana saya kembali menjadi 'tuan' mereka, setelah selama ini saya mempertuankan uang. Uang mengontrol saya, hingga saya merasa begitu dikontrol uang. Bayangkan, setiap waktu saya ingin bersama uang, menempelkan tangan pada dompet saya dengan intensitas yang tinggi di setiap harinya. Uang berkurang tanpa prediksi, dan perencanaan, kelimpungan, dan serba salah ketika menipis. Dan karena alasan-alasan tersebut, membuat saya untuk secepatnya mengambil keputusan untuk tidak terlalu dekat-dekat dengan uang.

Menghabiskan waktu dengan uang: mendapatkan ataupun menggunakan, sama saja  melekatkan diri saya dengan uang. Hingga di suatu titik, saya memandang standar kehidupan bahagia mengukurnya dengan nominal uang yang ada di rekening saya. Saya bisa membeli apapun dengan uang dan hidup saya akan bahagia. Hal itu bukan membuat saya bahagia, justru membuat saya cemas dengan kehidupan masa depan saya.

Suatu hari, nominal rekening semakin berkurang, kekhawatiran terproduksi terus menerus dan membuat saya tidak nyaman. Dan pada saat itulah saya bertanya, siapa yang membuat diri saya cemas? apakah uang? apakah sebegitunya uang merajai saya? pertanyaan pertama, saya menjawab iya. namun, dengan jawaban yang super tegas itu, membuat saya mengkhawatirkan diri saya sendiri. pertanyaan kedua, membuat kembali bertanya, bagaimana caranya supaya kekuasaan uang pada diri saya terkendali? dan terlampaui oleh diri saya sendiri? dan bisakah saya rebut kembali kekuasaan itu? sekian lama bertanya, dan akhirnya saya mendapatkan sebuah sikap bahwa, saya harus mengambil jarak vertikal, supaya saya bisa memeluk kekuasaan kembali.

Saat itulah, saya memutuskan untuk mengambil jarak dengan uang, dan mengambil tahta kembali sebagai raja. 

Kemelekatan dengan uang tersebut perlahan saya lepas, supaya tingkat kecemasan berkurang. Hal itu, saya lakukan dengan pengetahuan-pengetahuan mengelola keuangan sebagai kebutuhan.

Berpengetahuan/berliterasi tentang uang, atau kemudian disebut literasi finansial dapat membangun jembatan antara yang awalnya kegiatan konsumsi yang hanya bertolak dari keinginan, menjadi bertolak dari kebutuhan.

Di sanalah 'jarak' dengan uang itu bekerja.

Jarak akan tercipta ketika, pertama, saya tidak bergantung lagi dengan uang, menghasilkan uang dengan cara yang lebih bahagia, dan menggunakannya sebutuhnya saja. Uang bisa dihasilkan semaksimal mungkin, dan digunakan semaksimal mungkin pula. Apakah uang bisa dihabiskan. Tentu saja. Tentu saja, jika porsi menghabiskan uang memang perlu habis, dan ada dasarnya, itu tidaklah suatu masalah. Jadi, sebenarnya tidak bijak jika kita berkata 'uang saya habis' yang ada hanya, uang saya telah saya gunakan dengan maksimal. Karena pada prinsipnya, uang musti berputar, supaya sistem perekonomian stabil.

Mengambil jarak dengan uang adalah hal yang bisa membuat kita tidak terlalu ambisi untuk mendapatkan uang dengan semena-mena. Menghasilkan uang banyak, tanpa tahu cara menghabiskannya, misal. Tujuannya, ketika sudah tahu caranya menghabiskan uang, mendapatkan uang seberapapun, akan pandai untuk menggunakannya tanpa merasa kekurangan.

Dan itulah yang sekarang saya lakukan, mengambil jarak dengan uang, membuat saya merasa cukup, dan mulai menjadikan uang sebagai teman baik.

2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah Bahagia Benar Menjadi Salah Satu Tujuan Hidup?

Unsplash/happy Dari pandangan tentang tujuan kehidupan manusia, Aristoteles memilih kata kebahagiaan sebagai jawabannya. Namun, apakah Aristoteles serta merta mengamini tujuan itu? Dan apakah tujuan tersebut membuat manusia tahu tujuan hidupnya?  Kebutuhan menjadi manusia, adalah yang sedang aku cari selama ini. Menjadi manusia kata Aristoteles memiliki tujuan mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan itu bisa di dapat dengan mencapai sebuah kenikmatan. Kenikmatan yang musti kita cermati, yakni kenikmatan yang sebenar-benarnya dapat memenuhi menjadi manusia itu sendiri. Ia mencontohkan, makan dan sex serta menghindari rasa-rasa sakit adalah capaian kebutuhan kenikmatan ala "hewan ternak".  Ya, apa yang dilakukan ternak ia akan mencari makan ketika lapar, dan sex, tentu ia akan mencari pasangan yang mau melakukan hubungan itu, serta siapa-apa yang akan menyakitinya mereka akan lari ataupun menyerang. Itu semua adalah kenikmatan untuk mencapai bahagia: tujuan dari hid...

Ada yang Tahu, Saya sedang Ada Di mana?

Unsplash/waves Memisahkan kehidupan di dunia bukan berarti meninggalkan kehidupan di dunia, ia tumpangtindih, seperti ombak dan daratan. Ombak sesekali akan menuju daratan, dan sesekali pergi menjauh: tak selamanya menetap. Dan daratan tak berharap banyak untuk disinggahi ombak, namun setiap  ketika ada angin, angin mau membawa menyinggahi kehidupan, bahkan dengan besar.  *** Hallo, Manusianya ada? Oh, tidak ada ya? Kira-kira Manusia ada di mana ya? Mengurusi segala kehidupan di dunia bukanlah kuasa kita. Konsep Tuhan jelas meniadakan manusia sebagai pemilik abadi, dunia bukanlah milik manusia. Kita dihidupkan dan diciptakan hanya sebagai "tamu" yang dimuliakan, walau tak diagungkan. Penggunaan diksi ini sudah membedakan perspektif di mana posisi manusia, dengan posisi Tuhan yang sebagai Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Besar jelas pada tingkatan yang berbeda. Mulia adalah terhormat, yang tinggi. Maksudnya posisi ini tertinggi dari posisi manusia. Maka da...